Selasa, 8 Desember 2015, JJS Makassar dan JJS
Gowa membuat sebuah tim yang berjumlah
19 orang untuk mengadakan ekspedisi guna
mengeksplorasi Telaga Wae Marrungnge
yang tepat berada di Desa Tompo Balang, Kelurahan Kalabbireng, Kecamatan
Bantimurung, Kabupaten Maros Sulawesi
Selatan. Telaga wae Marrungnge atau yang dikenal juga dengan sebutan
“Blue Water Sound”mempunyai arti sendiri yang dari asal katanya “wae” berarti
“air” dan “Marrungnge” berarti “bunyi yang keras” yang bila di gabungkan Wae
Marrungnge bisa diartikan sebagai “Mata Air yang Memanggil-manggil dari
Kejauhan”.
Traveller berdoa sebelum berangkat di Meeting point 1 Warkop TB |
Sebelum berangkat kesana, meeting Point kami
tetapkan di Warkop Tirai Bambu yang juga menjadi BaseCamp JJS Makassar
sehari-hari. Jarak yang harus kami tempuh dari meeting point sampai ke starting
point trekking kurang lebih 60km. Setelah seluruh tim terkumpul di meeting
point yang ditentukan dan memastikan tidak ada barang yang terlupa, kami
langsung melakukan brieffing singkat dan doa bersama demi keselamatan di
perjalanan. Untuk mempersingkat waktu dan menghindari turunnya hujan, kami
langsung melakukan perjalanan menggunakan sepeda motor ke tempat starting point
yang berada di kawasan bantimurung.
Tepat pukul 14.30 WITA kami tiba di starting
point. Setelah memastikan kendaraan terparkir dengan baik dan aman, kami pun
melakukan registrasi untuk memasuki kawasan trekking dengan membayar biasa registrasi sebesar 10rb
rupiah per orang. Setelah registrasi dan kembali memastikan barang bawaan
lengkap, kami kembali melakukan brieffing pendakian dan doa bersama. Estimasi
waktu untuk sampai ke telaga Wae Marrungnge dari starting point sekitar 3 jam.
Setelah registrasi dan kembali memastikan barang bawaan lengkap, kami kembali
melakukan brieffing pendakian dan doa bersama. Estimasi waktu untuk sampai ke
telaga Wae Marrungnge dari starting point sekitar 3-4 jam.
Dalam trekking kali ini tim mendapati medan
yang sangat sulit, mulai dari genangan air dan lumpur di awal perjalanan yang
menyulitkan tim untuk berjalan, sampai ke bebatuan berlumut yang juga disertai
tanah berlumpur yang lumayan berbahaya, membuat tim berjalan sangat
berhati-hati. Belum lagi medan menanjak dan turunan yang bila dihitung kurang
lebih ada 12 tanjakan dan 13 turunan yag harus dilalui sangat meguras tenaga
seluruh tim dari ekspedisi Wae
Marrungnge ini.
Karena medan yang sangat sulit, dan kurang nya
persediaan air minum serta tidak ada nya sumber air selama perjalanan membuat
tim sempat kewalahan dan memakan waktu yang agak lebih lama dari estimasi waktu
biasanya.
Kondisi medan yang sangat curam dan licin |
Setelah berjalan sekitar 3 jam lebih, malam
pun mulai menyelimuti, dan kami pun mengeluarkan seluruh alat penerangan yang
telah disiapkan dari awal. Setelah setengah jam berjalan dan kurangnya air,
leader tim pun juga mulai kurang fokus dan kami pun tanpa disadari sudah keluar
dari jalur, dan kembali ke jalur yang telah dilewati sebelumya da memakan waktu
yang cukup lama. Kami pun melanjutkan kembali perjalanan karena hari sudah
semakin malam, dan bekal air pun sudah habis. Sekitar 200 meter sebelum tiba di
telaga Wae Marrungnge, tim pun sudah mulai mendengar suara arus air yang cukup
keras, dan disini lah kami mengerti kenapa telaga ini disebut “Wae Marrungnge”
( Mata Air yang Memanggil-manggil dari Kejauhan ). Tapi perjuangan kami belum
selesai untuk sampai ke telaga Wae Marrungnge. Kami masi dihadapkan dengan
medan terjal sekitar 70 derajat
berlapiskan tanah dan bebatuan yang cukup licin dan memaksa kami untuk memasang
tali pengaman ( webbing ) untuk keamanan seluruh anggota tim dalam menuruni
medan tersebut yang kurang lebih jauhnya sekitar 100 m.
Rasa penasaran kami terhadap sumber air tesebut, meskipun malam kami tetap melanjutkan perjalanan |
Waktu telah menunjukkan pukul 23.00 itu berarti perjalanan kami telah memakan waktu sekitar kurang lebih 7 jam perjalanan. Setelah tali pengaman pun terpasang, satu
persatu anggota tim turun meggunakan tali tersebut dengan hati-hati sampai
akhirnya seluruh aggota tim pun tiba di finish point “Telaga Wae Marrungnge”,
tapi karena hari sudah gelap, mata kami pun belum termanjakan oleh indahnya
telaga ini, tim pun langsung meyiapkan peralatan memasak dan bahan makanan yang
akan dimasak untuk makan malam, dan setelah makan malam beberapa dari kami
menyiapkan tenda untuk camp, karena keterbatasan tempat, beberapa dari anggota
pun terpaksa ada yang beristirahat di hammock dan Sleeping Bag yang hanya
beralaskan matras. Dan perjuangan kami untuk melihat salah satu dari jutaan
keindahan Indonesia dihari pertama pun selesai tanpa halangan yang berlebih.
Hari ke Dua
Muka lelah mulai terpasang di wajah para Traveller tapi urusan perut harus diutamakan |
Rabu, 9 Desember 2015, pada pagi hari setelah
terbangun dari istirahat kami, telaga Wae Marrungnge pun menampakkan dirinya
menjadi sebuah keindahan yang sangat tidak disangka oleh seluruh anggota tim,
betul-betul diluar espektasi kami yang biasanya acuan kami adalah foto pasti
lebih baik diliat daripada aslinya ternyata Telaga Wae Marrungnge berbeda dan
bahkan menurut saya Telaga Wae Marrungnge jauh lebih indah dari foto yang
dilihat. Dimulai dari jajaran pepohonan yang rindang, berkolaborasi dengan air
telaga yang jernih, sangat memanjakan mata kami seluruh anggota tim. Tanpa
membuang waktu karena kami harus segera kembali ke starting point secepatnya
agar tidak sampai kemalaman lagi, sebagian dari tim pun langsung menyempatkan
diri untuk merasakan segarnya air di Telaga Wae Marrungnge dengan berendam dan
berenang. Tidak ada satupun juga dari kami yang tidak megabadikan dirinya
bersama dengan telaga ini, karena keindahaannya yang sangat menakjubkan, tempat
ini memliki segalanya.
Menikmati segarnya Mata Air Wae Merrungnge-Hulu Air Terjun Bantimurung..pict by @daenganno |
Tampak atas foto lokasi Wae Merrungnge, dikelilingi tebing tinggi dan popohanan yang lebat |
Wae Merrungnge di Kala Pagi Hari..pict by @kakaalbi |
Setelah puas menikmati semua yang disediakan
tempat ini, kami pun bergegas mengolah bekal yang dibawa untuk dimakan bersama
sebelum melanjutkan perjalanan kami kembali ke starting point.
Seusai makan siang kami pun langsung mengatur
barang-barang bawaan dan mengecek kembali sebelum meninggalkan tempat ini, dan
tak lupa tim melakukan foto bersama yang juga diikikuti oleh beberapa warga
sekitar yang salah satunya adalah teman kita yang menemukan jalur ketempat ini,
dan ternyata dari beliau kita mengetahui bahwa disinilah mata air sungai yang
mengalir sampai ke Air Terjun Bantimurung yang menjadi salah satu landmark dan
spot wisata terkenal di Sulawesi Selatan bahkan Indonesia.
Teman-teman traveller bergeas untuk balik kanan |
Dalam perjalan pulang pun kami masih
dihadapkan oleh beberapa rintangan, mulai dari panasnya udara karena medan
trekking yang berada diantara bukit-bukit tinggi, dan kami juga harus membawa
persediaan air yang cukup untuk seluruh aggota tim yang membuat beban bawaan
kami bertambah berat. Setelah kurang lebih 1 jam perjalan, langit pun berubah
menjadi mendung dan tidak lama kemudian turun hujan yang cukup keras sampai
membuat basah dari ujung kepala sampai ke kaki, untungnya seluruh anggota tim
sudah mempersiapkan diri dan mempacking barang agar tidak tembus air. Dan
karena curah hujan yang cukup deras pun, medan yang dilalui pun semakin
bertambah sulit, karena tanah yang kemarin kami lewati basah dan berlumpur,
bebatuannya pun semakin licin. Beberapa dari anggota tim pun sempat terjatuh
dan ada juga yang mengalami cedera ringan. Tetapi alhamdulillah seluruh tim
dapat tiba kembali di starting point dengan selamat tanpa kekurangan suatu
apapu, walaupun beberapa ada yang kelelahan.
Kesimpulan:
Setelah menyelesaikan perjalanan ini, kami pun
mengambil kesimpulan bahwa medan disana cukup sulit, bahkan jika dibandingkan
dengan medan pendakian G.Bulusaraung, medan ke Wae Marrungnge sepertinya lebih
sulit dikarenakan beberapa faktor. Jadi para traveller yang berencana untuk
datang kesana, wajib mempersiapkan diri baik fisik, mental, maupun alat-alat
pendukung lainya.
Yang wajib diantisipasi sebelum melakukan
Trekking ke Telaga Wae Marrungnge:
1.Tidak adanya sumber air selama di perjalanan
hingga sampai di telaga
2.Medan bebatuan yang licin dan
berlumpur cukup membahayakan
3.Medan yang curam dan licin
4.Setidaknya ada 12 jalur tanjakan
dan turunan yang saling rapat, dan sedikitnya jalur landai/ datar
5.Kurangnya camping ground (tempat mendirikan tenda), perhitungan kami hanya sekitar 3-4 tenda yang bisa berdiri
di sekitar telaga Wae Marrungnge
6.Binatang-binatang liar
Barang yang wajib dibawa/dipakai saat trekking
ke Wae Marrungnge:
1.Wajib memakai sepatu gunung
2.Hammock untuk mengakali sempitnya camping ground
3.Tali webbing
4.Persediaan air yang cukup
5.Alat navigasi (kompas, peta, GPS,
dll)
Demikian cerita pengalaman kami kali ini,
semoga dapat membantu kalian yang berencana melakukan perjalanan ke tempat ini,
satu pesan kami yaitu dimanapun kalian berada dan kemana pun kalian pergi
utamakan keselamatan dibanding yang lainnya, karena tanpa itu, semua yang kita
lakukan bisa menjadi sia-sia. SALAM PEJALAN!
Penulis adalah salah satu member JJS Makassar : Geraldo Rumagit dan Siska Ulfa Sari
Penulis adalah salah satu member JJS Makassar : Geraldo Rumagit dan Siska Ulfa Sari
Sumber Air yang Memanggil dari Kejauhan "Wae Merrungnge"
4/
5
Oleh
Unknown